Harmonisasi Kebijakan Hulu-Hilir dalam Pengembangan Budidaya dan Industri Pengolahan Kakao Nasional

Daru Mulyono
| Abstract views: 1050 | views: 1317

Abstract

Produktivitas kakao di Indonesia tergolong rendah, tercatat pada tahun 2013 produksi biji kakao hanya mencapai 414 kg/ha/tahun jauh di bawah rata-rata ideal yang mencapai 2.000 kg/ha/tahun. Demikian pula dalam industri pengolahan kakao yang mengalami kesulitan karena kekurangan pasokan bahan baku biji kakao sehingga belum berkembang optimal. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas dalam upaya pengembangan agribisnis kakao nasional yang dilakukan melalui harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan hulu-hilir dalam pengembangan budidaya dan industri pengolahan kakao. Kajian ini merupakan kajian deskriptif analitik dengan analisis data dilakukan melalui (a) penelaahan dokumen-dokumen kebijakan yang terkait dengan pengembangan kakao dan (b) perumusan konsep untuk meningkatkan produksi kakao dan mengembangkan industri pengolahan kakao dalam negeri. Untuk menunjang upaya pengembangan agribisnis kakao tersebut pemerintah telah melaksanakan program peningkatan produksi kakao melalui Gernas Kakao dan untuk pengembangan industri pengolahan kakao pemerintah telah pula menerapkan kebijakan pengenaan Bea Keluar ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 untuk menjamin pasokan bahan baku biji kakao. Hasil dilaksanakannya program Gernas Kakao dan diberlakukannya BK tersebut menunjukkan bahwa volume ekspor kakao dalam bentuk biji terus menurun dan sebaliknya volume ekspor produk olahan kakao terus meningkat. Dampak kebijakan tersebut akan semakin nyata dalam pengembangan agribisnis kakao bila dilakukan melalui perumusan kebijakan yang harmonis dan sinergis antara aspek budidaya kakao (sektor hulu) dan industri pengolahan kakao (sektor hilir).

Keywords

budidaya kakao; pengolahan; agribisnis kakao; kebijakan industri

Full Text:

PDF

References

Buku:

Kementerian Pertanian. (2015). Statistik perkebunan Indonesia 2013-2015, kakao. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. (2009). Laporan peluang ekspor komoditi kakao di Uni Eropa. Jakarta: Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia. (2010). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Jakarta:

Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia. Wijaya. S. (2011). Manfaat program Gernas Kakao untuk industri kakao. Tangerang: PT Bumi Tangerang Mesindotama.

Jurnal:

Haifan, M. (2015). Dampak kebijakan bea keluar terhadap kinerja industri pengolahan kakao. Jurnal Iptek, 1(1), 1-6.

Hasibuan, A. M., Nurmalina, R., & Wahyudi, A. (2012). Analisis kinerja dan daya saing perdagangan biji kakao dan produk kakao olahan Indonesia di pasar internasional. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 3(1), 57-70.

Limbongan, J. & Djufry, F. (2013). Pengembangan teknologi sambung pucuk sebagai alternatif pilihan perbanyakan bibit kakao. Jurnal Litbang Pertanian, 32(4), 166-172.

Rubiyo & Siswanto. (2012). Peningkatan produksi dan pengembangan kakao (Theobroma cacao L.) di Indonesia. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 3(1), 33-48.

Sudibyo, A. (2012). Peran cokelat sebagai produk pangan derivate kakao yang menyehatkan. Jurnal Riset Industri, VI(1), 23-40.

Suryana, A. T., Fariyanti, A., & Rifin, A. (2014). Analisis perdagangan kakao Indonesia di pasar internasional. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 1(1), 29-40.

Towaha, J., Anggraini, D. A., & Rubiyo. (2012). Keragaman mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tanbanan, Bali. Pelita Perkebunan, 28(3), 166-183.

Sumber Digital:

Industri.bisnis.com. (2012). Agribisnis kakao: Hentikan pengembangan bibit jenis SE. Diperoleh tanggal 6 Mei 2013, dari http://industri.bisnis. com/read/20120926/99/97583/agribisniskakao-hentikan-pengembangan-bibit-jenis-se.

Antoni, F. (2015). Diprediksi industri kakao Indonesia menjadi nomer satu dunia. Seputar Jawa. Diperoleh tanggal 19 Oktober 2015, dari http://seputarjawa.com/8006/2015/01/18/ di-prediksi-industri-kakao-indonesia-menjadinomer-satu-dunia/.

www.btcocoa.com. (2014). Dunia defisit pasokan 1 juta ton tahun 2020. Diperoleh tanggal 27 September 2015, dari http://www.btcocoa. com/news/view/731/Dunia-Defisit-Pasokan-1- Juta-Ton-Tahun-2020.

www.cni.co.id. (2012). Agribisnis kakao: CNI ajak masyarakat minum cokelat setiap hari. Diperoleh tanggal 2 November 2015, dari http://www.cni. co.id/index.php/corporate-info/news/beritadaerah/2217-cni-ajak-masyarakat-minumcokelat-setiap-hari.

www.kemenperin.go.id. (2014). Industri kakao tumbuh pesat. Diperoleh tanggal 2 November 2015, dari http://www.kemenperin.go.id/ artikel/ 7473/Industri-Kakao-Tumbuh-Pesat

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. (2009). Background paper, kajian industri dan perdagangan kakao (pp 30, 38- 39). Diperoleh tanggal 29 September 2015, dari http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_ Paper/positioning_paper_kakao.pdf .

Manurung, S. H. (2012). Ekspor kakao ke AS terus turun. Diperoleh tanggal 6 Agustus 2014, dari http:// industri.bisnis.com/read/20120727/99/88266/ ekspor-kakao-ke-as-terus-menurun .

Nakhrawi, S. (2011). Fermentasi kakao. Diperoleh tanggal 5 Mei 2013, dari http://annakhrawi. blogspot.co.id/2011/09/fermentasi-kakao.html.

Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Jakarta. (2012). Kajian pengembangan perekonomian kakao nasional pasca pengenaan bea keluar biji kakao (pp 8-9). Diperoleh tanggal 6 Oktober 2015, dari http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2 012%5Ckajian%5Cpkpn%5Cpublikasi_pkpn_4-6. pdf.

Supriadi, A. (2015). Pemerintah akan kenakan tarif flat bea keluar kakao 15 persen. Diperoleh tanggal 20 Oktober 2015, dari http://www.cnnindonesia. com/ekonomi/20150214173757-92-32155/ pemerintah-akan-kenakan-tarif-flat-bea-keluarkakao-15-persen/ Makalah

Barani, A. M. (2011). Konsepsi gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao (Gernas Kakao). Disampaikan pada acara: Seminar Evaluasi Pelaksanaan Gernas Kakao di Bappenas. Jakarta.

Fahmi. Z. I. (2011). Penggunaan benih kakao bermutu dan teknik budidaya sesuai standar dalam rangka menyukseskan Gernas Kakao 2009-2011. Makassar.

Murniningtyas, E. (2011). Evaluasi gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao (Gernas Kakao). Jakarta: Bappenas. Laporan

Gusli. S. (2012). Keragaan lapangan tanaman kakao Sulawesi yang dihasilkan dari Somatic Embryogenesis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Alam, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Muhtaman, D. R. (2010). CSP’s strategy 2010-2014: building synergy for sustainable cocoa industry in Indonesia. Draft Report. Makassar.

Sumber Lain:

Cokelat. (2014). Bangkitnya para penghasil kakao Indonesia, sebuah laporan lengkap. Makassar: Cocoa Sustainability Partnership (CSP).

Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Peraturan Menteri Keuangan No. 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Peraturan Menteri Pertanian No. 09/Permentan/ OT.140/ 1/2013 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Induk dan Kebun Entres Kakao.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.