KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012

Novianto M. Hantoro
| Abstract views: 541 | views: 5466

Abstract

The Constitutional Court has decided to grant for in part of the petition of the Regional Representative Council (DPD) with respect to its authority in the field of legislation. By using the framework on bicameralism and constitutional interpretation, this paper analyzes how the Court to interpret legislative authority of DPD and how to implement the decision. The Court interpreted DPD has the authority to discuss Prolegnas, have the same status as the president in terms of submission of the bill to the House, and not only provides a view but come together to discuss the bill with the President and Parliament. But according to the Court, the DPD remain not equal with the House because the petition for approval of the bill and gave authorities more than just giving consideration to the state budget bill, was rejected. Although the Constitutional Court’s decision executeable or can be implemented directly, but it still need for coordination with the President and the Parliament to regulate further the mechanism as system. Ideally, this needs to be formulated in the law, but for the purposes of short-term can be done through the formation of the Joint Rules.

ABSTRAK

Mahkamah Konstitusi telah menetapkan putusan yang mengabulkan sebagian permohonan DPD berkenaan dengan kewenangannya di bidang legislasi. Dengan menggunakan kerangka pemikiran bikameralisme dan penafsiran konstitusi, tulisan ini menganalisis bagaimana MK melakukan penafsiran tentang kewenangan legislasi DPD dan bagaimana melaksanakan putusan tersebut. MK menafsirkan bahwa DPD memiliki kewenangan untuk membahas Prolegnas, mempunyai kedudukan yang sama dengan Presiden dalam hal pengajuan RUU kepada DPR, dan tidak hanya memberikan pandangan melainkan ikut membahas RUU bersama dengan Presiden dan DPR. Namun menurut MK, DPD tetap tidak equal dengan DPR karena permohonan untuk memberi persetujuan terhadap RUU dan kewenangan lebih dari sekedar memberikan pertimbangan terhadap RUU APBN, ditolak. Meskipun Putusan MK sifatnya langsung dapat dilaksanakan, namun secara sistematis dan komprehensif perlu adanya koordinasi dengan Presiden dan DPR untuk mengatur lebih lanjut mekanismenya. Secara ideal, hal ini perlu dirumuskan dalam undang-undang, namun untuk keperluan jangka pendek bisa dilakukan melalui pembentukan Peraturan Bersama.

Keywords

DPD; Pembentukan undang-undang; Putusan Mahkamah Konstitusi

Full Text:

PDF

References

Buku

Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.(cetakan kedua). Jakarta, Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta; PT. Gramedia, 1988.

Chen, Albert H. Y. The Interpretation of the Basic Law-Common Law and Mainland Chinese Perspectives. Hong Kong: Hong Kong Journal Ltd., 2000.

Lijphart, Arend. Patterns of Democracy; Government Forms and Performance in Thirty Six Countries. Yale University Press, 1999

Mason, Anthony. The Interpretation of a Constitution in a Modern Liberal Democracy, dalam Charles Sampford and Kim Preston (Ed.), Interpreting Constitutions – Theories, Principles and Institutions. Leichhardt, The Federation Press, 1996.

Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo, Penemuan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993.

Palguna, I Dewa Gede. Susunan dan Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah. Makalah pada Focus Group Discussion “Kedudukan dan

Peranan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia” di Semarang, 25 Maret 2003 dan di Malang, 26 Maret 2003 dalam Janedjri M. Gaffar. et all (editor), Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta; Setjen MPRUNDP, 2003.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006.

Samsul, Innosentius, et all. (Tim Hukum P3DI, Setjen DPR RI). Ruang Lingkup dan Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPD. Jakarta, P3I Setjen DPR RI, 2003.

Internet

M. Arsyad Sanusi, Legal Reasoning dalam Penafsiran Konstitusi dalam http://arfanhy.blogspot.com/2009/03/legal-reasoningdalam-penafsiran.html diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310).

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 53; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389). Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123;

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234).

Putusan Pengadilan

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 92/PUU-X/2012.

Copyright (c) 2016 Jurnal Negara Hukum (Trial)

Refbacks

  • There are currently no refbacks.

ISSN: 2614-2813

Hosted by Mason Publishing, part of the George Mason University Libraries.