IMPLIKASI HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 16/PUU-XVI/2018 TERHADAP HAK SUBPOENA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Abstract
Constitutional Court Decision Number 16/PUU-XVI/2018 raised legal implications for DPRD subpoena rights. Subpoena right authorized DPRD to force local government officials, corporations, and citizens to comply and give testify also produce documents. This paper used doctrinal and legal comparison approach, trying to analyze legal implications of Constitutional Court Decision Number 16/ PUU-XVI/2018 on DPRD subpoena rights and how to redesign these right. The author proposes an idea to change concept of subpoenaright from previously used police assistance, become forceful final summons through official letter from DPRD. Failure to fulfill this last summons can be categorized as contempt of parliament. The design requires “criminalization” of refusing to give testify and producedocuments also refusing to comply DPRD subpoena rights (inquiry right context) without a valid reasons as contempt of parliament.
Abstrak
Putusan MK Nomor 16/PUU-XVI/2018 menimbulkan implikasi hukum terhadap hak subpoena DPRD. Hak subpoena memberi kewenangan DPRD memanggil paksa pejabat pemerintah daerah, badan hukum atau warga masyarakat untuk hadir memberi keterangan dan menunjukkan dokumen. Tulisan ini menggunakan pendekatan doktrinal dan perbandingan hukum, mencoba menganalisis implikasi hukum Putusan MK Nomor 16/PUU-XVI/2018 terhadap hak subpoena DPRD serta bagaimana mendesain ulang hak tersebut. Penulis mengajukan gagasan perubahan konsep hak subpoena dari sebelumnya menggunakan bantuan Kepolisian, menjadi pemanggilan terakhir bersifat memaksa melalui surat resmi DPRD. Tidak dapat dipenuhinya pemanggilan terakhir tersebut dapat dikategorikan sebagai contempt of parliament. Desain tersebut menghendaki “kriminalisasi” tindakan menolak memberi keterangan dan dokumen serta menolak hadir memenuhi panggilan paksa DPRD (dalam konteks hak angket) tanpa alasan sah sebagai contempt of parliament.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Buku
Akbar, Patrialis. (2013). Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI 1945, Jakarta: Sinar Grafika.
Asshiddiqie, Jimly. (2001). Pengaturan Pemikiran Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta: The Habibie Center.
Dwiyanto, Agus. (2015). Administrasi Publik, Desentralisasi, Kelembagaan, dan Aparatur Sipil Negara, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Falaakh, Mohammad Fajrul. (2014). Pertumbuhan dan Model Konstitusi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
__________________, (2014). Konsisten Mengawal Konstitusi, Jakarta: Komisi Hukum Nasional RI.
Isra, Saldi, (2016). Hukum Yang Terabaikan, Jakarta: Penerbit Kompas.
Manan, Munafrizal. (2012). Penemuan Hukum oleh Mahkamah Konstitusi, Bandung: Mandar Maju.
Marzuki, Peter Mahmud. (2005). Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Jakarta: Prenada.
MD, Moh. Mahfud. (2013). Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers.
Siahaan, Maruarar. (2012). Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2007). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Pers.
Jurnal
Hantoro, Novianto M. (2017). Urgensi Pembentukan Undang-Undang Hak Angket DPR RI, Jurnal Negara Hukum, Vol. 8, No. 2, November.
Indrayana, Denny dan Zainal Arifin Mochtar. (2007). Komparasi Sifat Mengikat Putusan Judicial Review, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 19, No. 3, Oktober.
Laksono, Fajar. (2013). Pembangkangan Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Kajian Putusan Nomor 153/G/2011/PTUN-JKT, Jurnal Yudisial, Vol. 6, No. 3, Desember.
__________________, dkk. (2013). Implikasi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-X/2012 tentang SBI atau RSBI, Jurnal Konstitusi, Vol. 10, No. 4, Desember.
Pearce, D.C. (1969). Contempt of Parliament—Instrument of Politics or Law ?, Federal Law Review, Vol. 3, No. 2.
Susanto, Mei. (2018). Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi, Jurnal Antikorupsi Integritas, Vol. 4, No. 2, Desember.
Zamrony. (2010). Hak Subpoena Sebagai Instrumen Pendukung Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat, Jurnal Keadilan Progresif, Vol. 1, No. 1, September.
Makalah/Majalah
Chakim, Lutfi. (2018). Subpoena, Majalah Konstitusi, No. 137, Juli.
.Putri, Mery Christian. (2018). Ambiguitas Hak Subpoena Di Parlemen, Majalah Konstitusi, No. 137, Juli.
Susanti, Bivitri. (2018). Mengembalikan Lembaga Legislatif pada Kedudukan dan Fungsinya yang Sejati, Makalah disampaikan dalam Sidang Pengujian UU MD3 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 3 Mei.
Skripsi/Disertasi
Falah, Khairul, (2019) Penerapan Hak Subpoena Dewan Perwakilan Rakyat (Analisis Yuridis terhadap Pasal 73 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD), Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Oktafiani, Latifah, (2019), Implikasi Putusan MK Nomor 16/PUU-XVI/2018 Tentang Kewenangan DPR dalam Melakukan Pemanggilan Paksa (Studi Terhadap Pengujian UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD), Skripsi. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Putra, Satria Rangga, (2019), Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018 Terkait Perluasan Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan Dan Hak Pemanggilan Paksa Dewan Perwakilan Rakyat, Skripsi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.
Widodo, Hananto, (2019), Pengaturan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Disertasi, Universitas Brawijaya, Malang.
Internet
Hanafi, Ahmad, (tanpa tahun), Memaknai Parliament Immunity dan Contempt of Parliament, (online), (https://www.watyutink.com/opini/Memaknai-Parliament-Immunity-dan-Contempt-of-Parliament, diakses pada tanggal 11 Mei 2020).
Hariri, Nur, (2020), Hanya Berlaku Untuk Kasus Pidana Pemanggilan Paksa Panitia Angket DPRD, (online), (https://radarjember.jawapos.com/headline/16/01/2020/hanya-berlaku-untuk-kasus-pidana/, diakses pada tanggal 11 Mei 2020).
Saputra, Andy, (2020), MK Tegaskan Pemanggilan Paksa Hanya Untuk Kasus Pidana Bukan Hak Angket, (online), (https://news.detik.com/berita/d-4859639/mk-tegaskan-pemanggilan-paksa-hanya-untuk-kasus-pidana-bukan-hak-angket, diakses pada tanggal 11 Mei 2020).
Sepriyossa, Darmawan dan Agus Riyanto, (1998), Wibawa dan Pidana dalam ‘Subpoena’, (online), (https://majalah.tempo.co/read/hukum/98818/wibawa-dan-pidana-dalam-subpoena), diakses pada tanggal 10 Mei 2020).
Sholicah, Zumrotun, (2020), Pengamat: Panitia Angket Bisa Lakukan Pemanggilan Paksa Pejabat, (online), (https://www.antaranews.com/berita/1261059/pengamat-panitia-angket-bisa-lakukan-pemanggilan-paksa-pejabat, diakses pada tanggal 11 Mei 2020).
Sholikin, Muhammad Nur, (2005), Contempt of Parliament dalam Lembaga Perwakilan di Indonesia, (online), (https://parlemen.net/?p=482, diakses pada tanggal 11 Mei 2020).
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187).
Putusan Pengadilan
Putusan MK Nomor 16/PUU-XVI/2018
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Refbacks
- There are currently no refbacks.