Konsolidasi Desentralisasi Fiskal Melalui Reformasi Kebijakan Belanja Daerah Berkualitas

Bambang Juanda, Dedy Heriwibowo
| Abstract views: 848 | views: 636

Abstract

Implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia hingga saat ini belum sepenuhnya memberikan pengaruh positif. Permasalahan kemiskinan, kesenjangan antardaerah dan individu yang memburuk, rendahnya kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur masih mendominasi masalah daerah, sehingga diperlukan kebijakan yang mendorong terwujudnya belanja daerah yang berkualitas dalam rangka konsolidasi desentralisasi fiskal di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mendefinisikan belanja pemerintah daerah yang berkualitas, mengidentifikasi regulasi yang bermasalah, dan memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan yang mendorong terwujudnya belanja berkualitas. Kebijakan belanja daerah yang berkualitas merupakan upaya yang dilakukan pemerintah agar belanja daerah dialokasikan sesuai dengan prioritas pembangunan daerah, yang digunakan secara efisien dan efektif, tepat waktu, transparan, dan akuntabel. Namun masih terdapat berbagai regulasi saat ini yang cenderung belum sinkron dan menghambat terwujudnya belanja daerah yang berkualitas. Agenda reformasi kebijakan yang mendukung terwujudnya belanja daerah yang berkualitas perlu ditekankan pada aspek penguatan daerah dalam menyusun dan melaksanakan prioritas anggaran, penyederhanaan mekanisme pembahasan anggaran, penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah, alokasi DAK berdasarkan proposal kegiatan untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal dan prioritas nasional, penganggaran hibah dan bansos yang lebih transparan dan akuntabel, serta penyederhanaan dan pengintegrasian sistem pelaporan pemerintah daerah.

Keywords

belanja berkualitas; perencanaan; penganggaran

Full Text:

PDF

References

Buku:

ANTARA-AusAID. (2011). Laporan pengukuran kapasitas pengelolaan keuangan daerah di Provinsi NTB. Mataram: ANTARA-AusAID.

Bappenas. (2013). Analisis kesenjangan antarwilayah tahun 2013. Jakarta: Bappenas.

Bird, R. M. and Vaillancourt, F. (1998). Fiscal decentralization in developing countries. United Kingdom: Cambridge University Press.

BPS. (2012). Laporan Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010-2011. Jakarta: BPS.

DJPK. (2009). Grand design desentralisasi fiskal Indonesia. Jakarta: DJPK Kementerian Keuangan RI.

DJPK. (2013). Deskripsi dan analisis APBD 2013. Jakarta: DJPK Kementerian Keuangan RI.

DJPK. (2014). Laporan pelaksanaan spending performance dalam mendanai pelayanan publik.Jakarta: DJPK Kementerian Keuangan RI.

Halim, A. (Eds). (2013). Manajemen keuangan sektor publik, problematika penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Jaya, W. K. (2010). Kebijakan desentralisasi di Indonesia dalam perspektif teori ekonomi kelembagaan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM Press.

Juanda, B., Handra, H., Auracher, T., Sitepu, B., dan Marthaleta, N. (2013). Penyusunan mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembiayaan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Jakarta: DJPK

Kementerian Keuangan RI.

Juanda, B., Halim, A., Azis, N., dan Kaiwai, H. Z. (2014). Evaluasi regulasi pengelolaan keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap upaya peningkatan kualitas belanja daerah.

Simanjuntak, R. A. dan Handra, H. (Eds). Jakarta: DJPK Kementerian Keuangan RI.

Litvack, J. and J. Seddon (Eds). (1999). Decentralisation briefing notes. Washington DC: World Bank Institute.

Ostrom, E. (2005). Doing institutional analysis digging deeper than markets and hierarchies.

C. Menard and M. M. Shirlet (Eds.) Handbook of New Institutional Economics (pp. 819-848). Netherlands: Springer.

Jurnal:

Akai, N. and Sakata, M. (2002). Fiscal decentralization contributes to economic growth: Evidence from state-level cross-section data for the United States. Journal of Urban Economics, 52, 93-108.

Jaya, W. K. (2005). Disfunctional institutions in the case of local elite behaviour in decision making about local government budgets in Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 20(2), 189-204.

Lin and Liu. (2000). Fiscal decentralization and economic growth in China. Economic Development and Cultural Change, 49, 1-29.

Lisna, V., Sinaga, B. M., Firdaus, M., dan Sutomo,S. (2013). Dampak kapasitas fiskal terhadap penurunan kemiskinan: Suatu analisis simulasi kebijakan. Jurnal Ekonomi Pembangunan

Indonesia, 14(1), 1-26.

Nugraheni, D. dan Priyarsono, D.S. (2012). Kinerja keuangan daerah, infrastruktur, dan kemiskinan: Analisis kabupaten/kota di Indonesia 2006-2009. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia,12(2), 148-167.

Suwana, A. F. and Sulistiani, E. H. (2009). Fiscal decentralization and regional disparities in Indonesia: A dynamic panel data evidence. Journal of Indonesia Economi and Business, 24(3), 328-336.

Xie, D., Zou, Heng-fu, and Davoodi, H. (1999). Fiscal decentralization and economic growth in the United States. Journal of Urban Economics, 45, 228-239.

Sumber Digital:

Mendagri. (2012). Keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Diperoleh tanggal 3 April 2013 dari http://www.kemendagri.go.id

/news/2012/04/03/keterangan-pemerintahatas-rancangan-undang-undang-tentangpemerintahan-daerah.

Sumber Lain:

Anonymous. (2016, 25 April). Otonomi tak kunjung sejahterakan daerah. Pikiran Rakyat.

Juanda, B. (2016a, 25 April). Memperkuat otonomi daerah dalam menghadapi MEA. Investor Daily.

Juanda, B. (2016b, 4 Mei). Reformasi kebijakan desentralisasi fiskal upaya mendorong pertumbuhan dan mengurangi kesenjangan antardaerah. Radar Banten.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.