UPAYA PERLINDUNGAN WHISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Puteri Hikmawati
| Abstract views: 860 | views: 1269

Abstract

Corruption remains a serious problem in Indonesia, many cases are yet to be revealed. One reason is the lack of witness evidence. This witnesses were reluctant to testify because it might receive threats or intimidation from perpetrators. Witnesses and complainants receive less legal protection. In the handling of corruption cases that the term whistleblower and justice collaborator. This review is intended to assess the formulation of legal norms that regulate the protection of witnesses and reporting of corruption and its implementation. Witness protection regulation in corruption has been stipulated in Law no. 31 of 1999 on Eradication of Corruption and Law no. 30 of 2002 on the Corruption Eradication Commission. While the witness and victim protection provisions generally are specifically provided in Law no. 13 of 2006 on the Protection of Witnesses and Victims. While protection of the complainant is not regulated in detail in the Law no. 13 of 2006. Therefore, cause problems in the implementation Supreme Court Circular (SEMA) no. 4 of 2011 was made to adopt the term whistleblower and justice collaborator. However, the provisions of the SEMA causes problems. On of them, the provisions of Law no. 13 of 2006 closed opportunity for a reporting as whistleblower, who has a good faith, to be prosecuted either criminal or civil. However, SEMA no. 4 of 2011 gives the opportunity to process the whistleblower for the report had to say. Therefore, in the revised Law no. 13 of 2006 should be set against the whistleblower and justice protection in detail.

ABSTRAK

Korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia, banyak kasus yang belum terungkap. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya alat bukti keterangan saksi. Saksi merasa enggan memberikan kesaksian karena mungkin mendapat ancaman atau intimidasi dari pelaku. Saksi dan pelapor kurang mendapat perlindungan hukum. Dalam penanganan kasus korupsi muncul istilah whistleblower (pelapor) dan justice collaborator (saksi pelaku yang bekerjasama). Penulisan kajian ini dimaksudkan untuk mengkaji formulasi norma hukum yang mengatur perlindungan saksi dan pelapor tindak pidana korupsi serta pelaksanaannya. Kebijakan perlindungan saksi dalam tindak pidana korupsi saksi telah diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan ketentuan perlindungan saksi dan korban umumnya secara khusus diatur dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sementara perlindungan terhadap pelapor tidak diatur secara rinci dalam UU No. 13 Tahun 2006 tersebut. Oleh karena itu, menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011 dibuat untuk mengadopsi istilah whistleblower dan justice collaborator. Namun ketentuan SEMA tersebut menimbulkan permasalahan. Salah satunya, ketentuan dalam UU No. 13 Tahun 2006 menutup peluang bagi Pelapor sebagai whistleblower, yang memiliki itikad baik, untuk dituntut baik secara pidana maupun perdata. Namun, SEMA No. 4 Tahun 2011 justru memberi peluang untuk memproses Pelapor atas laporan yang disampaikannya. Oleh karena itu, dalam revisi UU No. 13 Tahun 2006 perlu diatur perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator secara rinci.

Keywords

Whistleblower; justice collaborator; perlindungan hukum; tindak pidana korupsi

Full Text:

PDF

References

Buku

Barda Nawawi Arief, Politik Hukum Pidana, Jakarta: Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992.

Firman Wijaya, Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam Perspektif Hukum, Jakarta: Penaku, 2012.

M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru, 1983.

Internet

“PERC: Indonesia Negara Terkorup di Asia Pasifik”, http://metrotvnews.com/read/ news/2011/08/11/60962/PERC-Indonesia-Negara-Terkorup-di-Asia-Pasifik, diakses tanggal 1 Februari 2012.

“Korupsi Rugikan Negara Rp 39 T”, http://www.jambi-independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=17564:korupsi-rugikan-negara-rp-39-t-&catid=6:ekobis&Itemid=8, diakses tanggal 5 Maret 2013.

“Polri: LPSK Lindungi Saksi, Susno Tersangka”, http://log.viva.co.id/news/ read/ 153472-polrilpsk_lindungi_saksi__susno_tersangka, diakses tanggal 5 Maret 2013.

“Susno Tetap dalam Perlindungan LPSK”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d47d6096983a/susno-tetap-dalam-perlindungan-lpsk, diakses tanggal 5 Maret 2013.

“Perbedaan Whistle Blower dan Justice Collaborator”, http://www.hukumonline.com/ berita/baca/lt4fb7bff86349a/perbedaan-iwhistle-blower-i-dan-justice-collabo-rator-i, diakses tanggal 16 Maret 2013.

“Silang Pendapat Perlindungan Saksi”, http://jurnalis.wordpress.com/2006/ 01/31/silang-pendapat-perlindungan-saksi/, diakses tanggal 17 Mei 2010.

http://www.depdagri.go.id/media/documents/2011/01/11/p/e/permen_no.55-2010.doc

Sri Hariningsih, “Kedudukan Surat Edaran dalam Tata Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia: Implementasi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”, Materi yang disampaikan dalam Kegiatan Implementasi Perangkat Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, http://www.djpp.info/index.php/component/content/article/89-implementasi/282-implementasi-ternate, diakses tanggal 8 April 2013.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lain-lain

Risalah Rapat Panja RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban Komisi III DPR RI dengan Dirjen Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM, 17 Mei 2006, Buku I Proses Pembahasan RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban”, Setjen DPR RI, 2006.

Risalah Rapat Panja RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban Komisi III DPR RI dengan Dirjen Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM, 15 Maret 2006.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Copyright (c) 2016 Jurnal Negara Hukum (Trial)

Refbacks

  • There are currently no refbacks.

ISSN: 2614-2813

Hosted by Mason Publishing, part of the George Mason University Libraries.