Kedaluwarsa dan Grasi Sebagai Dasar Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana, Perlukah Diatur Kembali dalam RUU KUHP? (Expiration and Clemency as a Basis for Abolishing Punishment, Does it Need to Be Rearranged in the Criminal Code Bill?)
Abstract
Regulations regarding the abolition of the authority to carry out criminal prosecution, namely granting clemency and determining expiration, cause a prosecutor to be unable to execute a court decision against a convicted person. In comparison, the state’s right to impose and execute the convicted person refers to the legitimacy or justification of punishment. Using a normative juridical approach and secondary data, this paper examines the granting of clemency and expiring arrangements to carry out sentences from the perspective of punishment, especially from the purpose of punishment. The results of the study are to determine whether the granting of clemency and the determination of expiration can be rearranged in the Criminal Code Bill. This study aims to analyze the policy of granting clemency and the determination of expiration of carrying out crimes from the perspective of punishment, especially from the purpose of punishment. Referring to the objectives of punishment as formulated in the Criminal Code Bill, there is an inconsistency between the the punishment objectives to be achieved. It is different from the abolition of carrying out a crime because of clemency by the president. Granting clemency is in line with the purpose of punishment, namely to restore balance and create peace in society. With regard to the purpose of punishment as formulated in the Criminal Code Bill, in the discussion of the Bill, the House of Representatives of the Republic of Indonesia (DPR RI) and the government should be able to review the expiration arrangement so that it does not become a basis for abolishing criminal prosecution.
Abstrak
Pengaturan mengenai hapusnya kewenangan menjalankan pidana, yaitu pemberian grasi dan penentuan kedaluwarsa, menyebabkan seorang jaksa tidak dapat mengeksekusi putusan pengadilan terhadap terpidana. Sedangkan hak negara untuk menjatuhkan dan mengeksekusi terpidana mengacu pada legitimasi atau dasar pembenaran dari pidana. Melalui pendekatan yuridis normatif dan dengan menggunakan data sekunder, tulisan ini mengkaji kebijakan pemberian grasi dan penentuan kedaluwarsa menjalankan pidana dari perspektif pemidanaan terutama dari tujuan pemidanaan. Hasil kajian ini untuk menentukan apakah pemberian grasi dan penentuan kedaluwarsa tersebut perlu diatur kembali dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Apabila mengacu pada tujuan pemidanaan sebagaimana dirumuskan dalam RUU KUHP kebijakan pengaturan kedaluwarsa justru tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan yang hendak dicapai. Berbeda dengan hapusnya kewenangan menjalankan pidana karena adanya pemberian grasi oleh presiden. Pemberian grasi sejalan dengan tujuan pemidanaan yaitu untuk memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Terkait dengan tujuan pemidanaan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam RUU KUHP maka dalam pembahasan RUU tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah hendaknya dapat mengkaji kembali pengaturan kedaluwarsa agar tidak menjadi dasar hapusnya kewenangan menjalankan pidana.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Jurnal
Bawole, Marshaal Semuel. “Hapusnya Hak Menuntut Dan Menjalankan Pidana Karena Daluwarsa Dalam Sistem Hukum Pidana Di Indonesia (Tinjauan Hak Asasi Manusia)”. Lex et Societatis. Vol. 4. No. 4. April 2016.
Hazar, Hanif “Kedaluwarsa dalam KUHP dan Fiqh Jinayah”. Cendikia: Jurnal Studi Keislaman,.Vol. 4. No. 2. Desember 2018.
Helmi, Muhammad. “Ketiadaan Kedaluwarsa Penuntutan dalam Hukum Pidana Islam dan Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia”. MAZAHIB Jurnal Pemikiran Hukum Islam. Vol. 15. No. 2. Desember 2016.
Irawan, R. Bagus. “Hak Konstitusional Presiden dalam Memberikan Grasi dan Penerapannya di Republik Indonesia”. Jurnal Ilmu Hukum De’Jure: Kajian Ilmu Hukum. Vol. 1. No. 2. September 2016.
Kaligis, Indah Febriani, “Kedaluwarsa Penuntutan Pidana Ditinjau dari Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lex Crimen. Vol. 7. No. 1. Januari-Maret 2018.
Lestaluhu, Kayum, “Eksistensi Grasi Dalam Hukum Pidana Nasional”. Legal Pluralism, Vol. 7, No. 1, Januari 2017.
Padmawati, Laelly Marlina. “Tinjauan Yuridis Pemberian Grasi dalam Kajian Pidana Terkait Efek Jera Pemidanaan“. Recidive. Vol. 2. No. 3. September-Desember 2013.
Permatasari, Amelia Riska. “Penerapan Grasi Di Indonesia Sebagai Hak Prerogatif Presiden Terhadap Terpidana Kasus Narkoba”. Recidive. Vol. 2. No. 1. Januari-April 2013.
Wangkil, Jesica Pricillia Estefin. “Hapusnya Hak Menuntut dan Menjalankan Pidana Menurut Pasal 76 KUHP”. Lex Administratum. Vol. 5. No. 2. Maret-April 2017.
Buku
Alfira. Hapusnya Hak Menuntut & Menjalankan Pidana. Jakarta: Penerbit Raih Asa Sukses. 2012.
Ashworth, Andrew dan Martin Wasik (Ed). Fundamentals of Sentencing Theory. New York: Oxford University Press. 2004.
Beccaria, Cesare. On Crimes and Punishments and Other Writings. Cambridge Texts In The History of Political Thought. tanpa tahun.
Fletcher, George P. Basic Concepts Of Criminal Law. New York Oxford: Oxford University Press. 1998.
Gross, Hyman. A Theory of Criminal Justice. New York: Oxford University Press. 1979.
Hamzah, Andi. Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Hiariej, Eddy O.S. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogjakarta: Penerbit Cahaya Atma Pustaka. 2014.
Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Penerbit Storia Grafika. 2002.
Kartanegara, Satochid. Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah. Bagian Satu. Balai Lektur Mahasiswa. tanpa tahun.
Packer, Herbert L. The Limit of The Criminal Sanction. California: Stanford University Press. 1968.
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2014.
Remmelink, Jan. Hukum Pidana. Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Penerbit Gramedia. 2003.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. 2003.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar). Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. 1997.
Widyawati, Anis dan Ade Adhari. Hukum Penitensier di Indonesia. Konsep dan Perkembangannya. Depok: RajaGrafindo Persada. 2020.
Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum, Paradigma, Metode, dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (HuMa). 2002.
Pustaka dalam Jaringan
Dzulfaroh, Ahmad Naufal. 16 Januari 2020. “Daftar 23 Buronan Korupsi yang Pernah Melarikan Diri ke Singapura”, https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/16/132644665/daftar-23-buronan-korupsi-yang-pernah-melarikan-diri-ke-singapura?page=all. diakses tanggal 29 Januari 2021.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). 28 Juni2016. “Catatan Terhadap Upaya Hukum yang Dilakukan oleh Buronan/DPO dalam Perkara Pidana di Indonesia”. https://icjr.or.id/catatan-terhadap-upaya-hukum-yang-dilakukan-oleh-buronandpo-dalam-perkara-pidana-di-indonesia/. diakses Oktober 2020.
Taher, Adrian Pratama. 26 November 2019. “Annas Maamun Dapat Grasi. ICW Desak Jokowi Mencabutnya”. https://tirto.id/annas-maamun-dapat-grasi-icw-desak-jokowi-mencabutnya-emm6. diakses tanggal 22 April 2021.
Prasetyo, Aji. 28 November 2019. Faktor Kemanusiaan Jadi Alasan Grasi, Seperti Apa Indikatornya. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ddf857b91f5b/faktor-kemanusiaan-jadi-alasan-grasi--seperti-apa-indikatornya?page=2. diakses tanggal 22 April 2022.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Refbacks
- There are currently no refbacks.